Peran dan keistimewaan Yogyakarta

Bookmark and Share

Sebagaimana terlihat pada peta diatas, beginilah wajah Ibu Pertiwi sekitar tahun 1830 pasca Perang Diponegoro .Wilayah terbagi ,Hinda Belanda menguasai banyak wilayah namun terlihat beberapa wilayah masih dipegang oleh beberapa Kerajaan  seperti Kasultanan Jogjakarta . Bicara Jogjakarta, ( Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tidak terlepas dari Kerajaan Mataram Islam)



Setelah terjadi perjanjian Giyanti Kerajaan Mataram Islam terbagi-bag salah satunya kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kerajaan Mataram Islam,muncul pasca Kerajaan Demak dan Pajang namun semuanya bermuara kepada Kerajaan Majapahit . Semuanya merupakan keturunan Prabu Brawijaya V ,dimana pada waktu zaman keemasan Majapahit; mirip seperti (Indonesia sekarang) namun lebih luas  sampai ke Thailand Selatan. Bahkan Malaka termasuk kekuasaan Majapahit.

Bendera Indonesia pun yaitu merah putih diambil dari simbol Kerajaan Majapahit  yaitu gula kelapadimana didominasi dengan warna merah dan putih . sewaktu Indonesia merdeka tahun 1945… Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan amanat pada tanggal 5 September 1945 .

AMANAT


SRI PADUKA INGKENG SINUWUN KANGDJENG SULTAN


Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:


1.Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.


2.Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.


3.Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.


Ngajogjakarta Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945


Pemerintah pusat memberikan piagam pada tanggal 6 September 1945,yang diberikan oleh Menteri Negara Mr. Sartono kepada Sultan Hamengku Buwono IX . Piagam ini telah dibuat setelah 1 hari setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Kanjeng Sultan mengirimkan  lewat ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta dan Dr. Rajiman Wediodiningrat .

Kami Presiden Republik Indonesia menetapkan :


Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang kaping IX ing Ngayogyakarta Hadiningrat,pada kedudukannya dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran,tenaga,jiwa dan raga untuk keselamatan daerah Yogyakarta sebagai bagian Republik Indonesia.


Jakarta 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia

Jogja berdiri dibelakang Negara Indonesia, bahkan ketika Belanda masuk lagi ke Indonesia dan terpaksa Republik ini harus memindahkan Ibukotanya dari Jakarta ke Jogjakarta. Sultan Hamengku Buwono IX tidak segan-segan membantu  Segala gaji pemerintahan, penyiapan gedung untuk menjalankan roda pemerintahan dikeluarkan dari ‘kocek pribadi’ Kanjeng Sultan .Peti-peti duit emas dan gulden dikeluarkan oleh Kanjeng Sultan dan Bung Hatta mengetahui sekitar 5 Juta Gulden telah dikeluarkan Kanjeng Sultan dan ia pernah menanyakan apakah perlu diganti.?. Sampai akhir hayatnya,Kanjeng Sultan HB IX tidak pernah menjawab seolah mengerti betul akan “sepi ing pamrih rame ing gawe” ( apa jadinya,… jika saat itu Kanjeng Sultan HB IX tidak fully support untuk Ibu Pertiwi ini )



Ada kisah menarik tentang Kanjeng Sultan HB IX setelah pasca Indonesia merdeka
seorang wanita tua pedagang beras sudah biasa ‘nebeng’ jika ada kendaraan yang lewat , Ketika asyik menunggu kemudian ada Jeep Willys yang lewat si wanita tua itu menyuruh sang supir… untuk menaikkan karung-karung berasnya. Setelah itu, wanita tua itu nebeng dan sampai ditempat yang dituju meminta lagi sang supir untuk menurunkan karung berasnya . Sang supir kembali menurunkan karung-karung beras permintaan wanita tua itu, Kemudian setelah seluruh karung beras diturunkan wanita tua itu memberikan duit Rp. 1,- namun supir itu menolak dan langsung melanjutkan perjalanan ,Wanita tua itu marah-marah karena seolah-olah sang supir ingin duit lebih .Seorang polisi kemudian menghampiri wanita tua itu… dan memberitahu bahwa tadi adalah Kanjeng Sultan HB IX , langsung sang wanita tua itu  pingsaaaan ..!!!



Peranan Kanjeng Sultan HB IX juga tampak pada serangan umum 1 Maret 1949   dimana pasca Agresi Militer Belanda semangat tempurnya melemah belum lagi para pegawai dan tentara tidak mendapat gaji pasca Agresi tersebut ,Kocek duit pribadi Kanjeng Sultan turut membiayai perlawanan terhadap Belanda . Memang dilapangan Pak harto yang  sanggup membungkam Belanda ."Kanjeng Sultan walau mendapat pendidikan barat namun sangat memegang teguh tradisi Jawa"



Oleh karena peran Kanjeng Sultan HB IX  maka Jogjakarta berbentuk Daerah Istimewa
(Sebelum Indonesia merdeka  Jogjakarta sudah merdeka) ada kedaulatan disana apalagi mau mau menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia . Bahkan pada UUD 1945 (perubahan II),… pada pasal 18B jelas sekali Negara mengakui dan menghormati daerah yang bersifat khusus atau istimewa .

Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.


(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Sifat Raja di negeri Nusantara ini… tidak bisa disamakan dengan Kaisar di Jepang atau Raja di Thailand misalnya… yang hanya sebagai simbol . Sudah turun-temurun seorang Raja adalah pemegang kuasa tertinggi… memerintah… sekaligus mengatur agama (gelar Sayidin Panatagama Khalifatullah red.)



Apa kemudian Jogja seperti kerajaan tulen … alias monarkhi … ? Tidak,  Kanjeng Sultan masih mempertanggung jawabkan kepada DPRD, Dimana hal ini tidak terjadi pada jaman kerajaan di Nusantara   jaman dulu titah Raja adalah peraturan , L’etat, C’est Moi. hampir sama seperti walikota di Jakarta… yang tidak ‘dipilkada’… disitulah semangat ‘Bhinneka Tunggal Ika’… yang semuanya dibingkai oleh semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia


SUMBER



Baca juga yang lain :



1 komentar:

Toko furniture surabaya mengatakan...

Sangat bermanfaat bagi orang jogja dan indonesia. mantap sekali sejarah yang real.

Posting Komentar