Namun, sejarah penggunaan “pedang bermata terbalik” terbukti dari sampel diadakan di Royal Palace Museum Deoksu di Korea. Karena pada satu waktu Jepang menginvasi Semenanjung Korea, tetap terbuka kemungkinan bahwa sakabato dikembangkan berdasarkan contoh Korea. Namun, seperti telah dikatakan sebelumnya, tidak ada catatan sejarah atau bukti arkeologi saat ini ada untuk mendukung teori semacam itu. Beberapa Tanto (Pisau) yang ditemukan memang ada yang “dibalikkan bilah”. Yang diberi nama kubikiri, kadang-kadang diterjemahkan sebagai “head cutter” atau “doctor’s knive”.
Sakabato merupakan pedang yang sangat berat, dalam pertempuran melawan srigala shinsengumi Goro Fujita atau Hajime saito pedang ini mampu mematahkan pedang saito. Lebih hebat lagi pedang ini juga mampu memotong Zanbatou senjata Sanosuke sagara yang segede gaban.
Pembuatan pedang ini memilki kesulitan tinggi. Layaknya seorang empu keris, tukang gebuk pedang alias masternya tidak asal tempa besi secara sembarangan. Pedang dibuat dengan material high quality disebut dengan duralumin. Duralium dipanaskan selama 3 hari nonstop. Dalam sebilah pedang Sakabato terdapat tiga lapisan. Lapisan luar adalah lapisan terkeras, lapisan selanjutnya lebih soft dan yang paling dalam paling soft. Dengan menggunakan metode ini pedang yang terbentuk akan menjadi kuat, lentur tajam dan tak mudah bengkok. Proses penempaannya tiga jenis baja tersebut ditumpuk, ditempa, dan terakhir dilipat.
PEMBUATAN
1. Rough Forging
mata pedang dibentuk melalui penempaan baja karbon kualitas tinggi dalam suhu tinggi. Penempaan berulang-ulang menghasilkan dispersi (penyebaran) ketahanan yang merata pada seluruh bagian mata pedang.
2. Rough Shaping
Pada tahap ini mata pedang dibentuk secara kasar dengan dimensi yang ditentukan. Pedang belum dibentuk melengkung tetapi masih lurus.
3. Clay Covering
Sebuah tanah liat khusus dibalurkan pada mata pedang menggunakan tangan. Pada bagian yang tajam (mata pisau) tanah liat dibalurkan tipis-tipis saja sedangkan pada punggung pedang dan sisanya lebih tebal. Hal ini menghasilkan pendinginan yang relatif cepat pada saat quenching serta menghasilkan mata pisau yang kuat tapi lembut.
4. Quenching
Ini merupakan tahapan paling kritis. Pedang yang sudah terbaluri dengan tanah liat dipanaskan pada suhu yang sudah ditetapkan dan kemudian direndam dalam sebuah bak air. Bentuk hamon (bentuk meliuk-liuk hiasan pada mata pisau), sori (kelengkungan, dan tingkat kelurusan pisau benar-benar ditentukan pada tahap ini.
5. Sizing
Tahap ini menentukan sori dan disesuaikan sesuai kebutuhan serta mengatur titik keseimbangan dan ketepatan ukuran.
6. Finishing
Memberikan sentuhan akhir pada mata pisau sehingga akan dihasilkan bentuk hamon yang indah.
7. Saya
Saya ini diukir dari dua potongan kayu yang cocok dengan panjang, lebar, ketebalan dan kelengkungan pisau selesai. Kedua bagian tersebut kemudian dibungkus dalam beberapa kali kain katun halus dan dicat.
8. Handle
Pegangan inti terdiri dari dua potong kayu berukir untuk memperkokoh. Seluruh Pegangan kemudian dibungkus dengan tenunan kapas kualitas tinggi.
9. Sageo
Sageo merupakan kayu khusus yang dibungkus dengan kapas kualitas tinggi. Dalam beberapa kasus, sageo masih berupa kayu. Proses ini membutuhkan berjam-jam dengan dikerjakan oleh tenaga kerja ahli dengan tetap memperhatikan design yang akan diterapkan pada sageo.
10. Assembly
Semua bahan akhirnya dapat dirakit dan disatukan dalam sebuah karya seni yang indah, tajam, anggun dan mematikan.
sumber
3 komentar:
sob, buku tamunya gak bisa di buka..salam kenal ia, bertawar follow juga...
saya jadi tahi nich gan....
makasih atas infonya ya kawan....
aku mahu belajar menepa pedang tpi tkot nnti d tngkap...klau nak buat jgak kna ada prmit kah??? atau lain dokumen yg sah...
Posting Komentar